Oleh : M. Asyief Khasan Budiman (Mahasiswa Kehutanan IPB)
Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang masih aktif di Indonesia. Keberadaannya gunung ini menjadi berkah bagi masyarakat sekitarnya, karena keadaan tanahnya yang subur menjadikan masyarakat lereng merapi banyak yang bermata pencaharian sebagai petani dan berternak. Pertanian ini ditunjang oleh tanah-tanah di lereng merapi yang subur, sementara peternakan ditunjang oleh banyaknya rumput-rumput yang tumbuh subur di sekitar merapi, baik yang di tanam maupun yang tumbuh alami. Selain itu material merapi seperti pasir dan batu vulkanik menjadi bahan tambang yang banyak diminati oleh konsumen, sehingga tidak sedikit pula masyarakat yang menjadi penambang pasir dan batu.
Namun disamping keberkahan tersebut merapi menyimpan ancaman bagi masyarakat di lerengnya. Gunung merapi bererupsi atau memuntahkan material vulkaniknya setiap 2 – 5 tahun sekali. Oleh karenanya gunung ini dapat digolongkan menjadi gunung api yang sangat aktif. Hal ini merupakan sebuah ancaman yang serius bagi warga lereng merapi.
Ancaman merapi bisa dirasa tiada hentinya di setiap detiknya. Bisa saja merapi tiba-tiba meningkat status aktifitasnya. Oleh karena itu perlu adanya suatu kegiatan penanggulangan bencana alam gunung meletus seperti ini. Dalam antisipasi terhadap bencana ini masyarakat lereng merapi di daerah kecamatan kemalang telah memikirkan antisipasi bencana alam ini.
Berawal dari gagasan seorang petani tamatan SMEA yang bernama Sukiman Muchtar Pratomo (nama asli Sukiman, tambahan Muchtar Pratomo didapat setelah menikah) yang bertempat tinggal di desa sidorejo kecamatan kemalang, bersama tiga orang temannya ia membangun sebuah sarana informasi yang akurat dan dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Ia menyebutkan, awalnya ia berfikir bagaimana caranya bila merapi meletus agar tidak ada korban jiwa, maka diputuskanlah ia memakai radio FM karena bila menggunakan Hand Phone (HP) bisa beresiko sinyal blank atau hilang, bila menggunakan radio Handy Talky (HT) saat itu yang hanya diperbolehkan hanya aparat pemerintahan atau lembaga dan perorangan yang memiliki izin resmi. Oleh karena sebab-sebab itu ia memutuskan memakai radio FM secara gelap. Ia pun berkata walaupun penggunaan radio FM ini secara gelap, namun radio gelap ini bisa bermanfaat untuk keselamatan masyarakat lereng merapi.
Selanjutnya setelah banyak yang menggunakan radio dan mendengarnya, diadakanlah sebuah pertemuan tiga desa lereng merapi yaitu tegalmulyo, sidorejo, dan balerante untuk membahas lebih lanjut mengenai keberlangsungan radio ini. Dalam pertemuan tersebut tercetuslah nama radio dengan nama Radio Komunitas Lintas Merapi dengan frekuensi 106,4 FM Radio Klaten Jawa Tengah. Radio ini merupakan radio yang nirlaba atau tidak mencari keuntungan, sehingga radio ini merupakan radio milik masyarakat yang dikelola oleh masyarakat dan penyiarnya juga masyarakat yang mau. Dana operasional yang dipakai merupakan dana iuran dari warga dengan mengumpulkan dana dari masyarakat.
Radio ini juga bukan hanya menyiarkan perihal bencana alam, namun dalam perjalanannya radio ini juga menyiarkan hiburan-hiburan kepada masyarakat luas. Namun siaran pokok merupakan informasi mengenai kondisi gunung merapi yang bisa dipantau dengan mata melalui gardu pandang yang berada di samping gedung siaran radio ini. Indormasi kondisi merapi selalu diprbaharui saat penyiar sedang on air. Sebelum kirim salam dari pendengar atau pemutaran lagu, biasanya penyiar menginformasikan keadaan merapi dan cuacanya. Diharapkan pendengar bisa mengantisipasi dengan informasi yang telah disampaikan. Dewasa ini pasca letusan 2010 antisipasi yang perlu benar-benar disiapkan yaitu banjir lahar dingin dari merapi. Karena bila di daerah puncak merapi atau hulu sungai-sungai yang ada di lereng-lereng merapi ada hujan, masyarakat di sekitar sungai-sungai itu pun perlu waspada.
Selain itu untuk menjawab permintaan masyarakat mengenai praktek bila ada bencana, radio ini juga sering mengadakan pelatihan-pelatihan seperti pelatihan penanggulangan bencana. Selain itu radio ini pun berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) untuk meningkatkan keakuratan informasi yang disampaikan. Sampai-sampai berkoordinasi dengan desa lain untuk berjaga-jaga bila terjadi bencana gunung meletus dapat memiliki arah dan tujuan untuk mengungsi yang pasti. Pendataan warga lereng merapi pun menjadi salah satu kegiatan untuk meningkatkan antisipasi bencana. Data mengenai warga usia dewasa, anak-anak, manula, laki-laki perempuan, juga data mengenai kendaraan yang bisa dipakai bila terjadi bencana juga disusun. Sehingga keseluruhannya itu disatir menjadi sebuah prosedur tetap penanggulangan bencana yang disusun sesuai dengan kondisi di tiap desa.
Dengan adanya radio ini diharapkan manfaat yang dapat didapatkan bisa dirasakan oleh masyarakat luas, khususnya masyarakat lereng-lereng merapi yang harus terus berhadapan dengan bahaya-bahaya dari merapi seperti saat merapi meletus dan juga banjir lahar. Selain itu diharapkan pelatihan-pelatihan yang telah diadakan dapat bermanfaat saat terjadinya bencana alam gunung meletus. Keberadaan radio seperti ini dapat menjadi contoh kemandirian warga lereng merapi. (MAKB/IPB-PKLP TNGM).